Tuesday, December 31, 2019

Sepatuku, sepatumu, sepatu mereka.

Ngomong-ngomong masalah sepatu, di musim hujan begini paling seringnya sepatu basah. Kehujanan. Dicuci, ga kering. Pusing kan? coba deh mampir ngintip-ngintip ke ig mantan teman selantai di kantor, @spatuklinik. Mungkin sedikit menginspirasi. Entah nyobain nyuci sepatunya, atau tergugah nyuci sepatu sendiri, atau malah bikin usaha laundry sepatu sendiri. Well, siapa yang bisa menebak akan terinspirasi seperti apa kan ya?

Sepatu.
Kalau kata eminem masalah sepatu,
'But you have to walk a thousand miles in my shoes, just to see what it'd be like, to be me. I'll be you, let's trade shoes. Just to see what i'd be like to feel your pain, you feel mine, go inside each other minds. Just to see what we find, look at sh*t through each other's eyes.'

Sepatu doang bisa dibikin jadi kata-kata mutiara lho. Applause for my on-cassette english teacher, Marshall Bruce Mathers III.

Dulu saya tergugah dengan lirik itu, terutama karena setelah itu eminem bilang saya cantik *eh. Dan bahkan rasa-rasanya lirik lagu beautiful sudah pernah saya bahas di blog ini sebelumnya. Sebelah mananya saya pun sudah lupa.

Namun beberapa menit lalu, saat ada suara petasan yang cukup menggelegar hingga membuat saya melototin anak bayik lagi tidur pulas yang alhamdulillah tidak bergeming, saya teringat dan terinspirasi lagu ini. Dengan sudut pandang yang berbeda.

Walk a thousand miles in eminem's shoes, or my shoes, or anyone else's shoes kayanya tidak menjamin kita bisa merasakan apa yang si pemilik sepatu rasakan. Pun tidak bisa mengambil keputusan yang sama dengan apa yang dipilih si pemilik sepatu. Kenapa?
Cara berjalan kita berbeda. Preferensi rute kita berbeda. Kali-kali kan ya, saya tipe yang senang jalan-jalan di pinggir pantai, walhasil pas minjem sepatunya situ, tiap ada genangan air di jalan malah saya jajalin satu-satu kan ya. Terus, habis jalan-jalan, situ nyuci kaki pake sabun apa? Ato ga cuci kaki? Wah.
Jadi. No. Tidak bisa. You can never EXACTLY see what i see, never EXACTLY feel how i feel, and neither can i to you.
Tapi kalau approximately, kira-kira, mungkin, rasa-rasanya, atau bisa jadi bisa jadi, boleh lah.
Bagaimana pun great minds think alike, eh?

Dulu seorang senior pernah bercerita, dia sampai negur anak-anak lagi teriak-teriak maen di deket rumahnya waktu anak bayinya baru bobo. Saya waktu itu manggut-manggut aja. Wah sekarang, denger suara petasan, hasrat bikin rumah sound proof tiba-tiba meletup-letup. Kalau boleh yang tinggal tepuk tangan terus jadi sound proof. Tepuk tangan lagi ga sound proof. Kasian abang-abang gofood atau gosend ntar manggil-manggil dari luar tapi ga kedengeran.

Ada juga kawan yang cerita, teflon dipasangkan dengan sutil besi. Why? Simply sutil besi lebih awet, terus kemudian dia bertanya-tanya ni teflon kw apa kw super?
Salah kah kawan saya? Tidak. Mungkin sebelumnya dia belum pernah secara langsung nge-handle teflon in private.

Ada juga kawan lain yang cerita. Mengajak diskusi terkait grafik pertumbuhan anak. Saya pun baru ngeh. Tidak semua dokter anak mendiskusikan grafik pertumbuhan anak ke orangtua. Hal yang selama ini saya anggap wajar dan sudah pasti akan dilakukan oleh semua dokter anak. Ternyata tidak. Alhamdulillah Allah mempertemukan saya dengan dokter anak yang oke. Semoga barokah, dok!

Jadi menurut saya bukan di masalah walk a thousand miles in my shoes, your shoes, or their shoes.
Tapi lebih ke arah memperluas pergaulan positif nan barokah. Semakin banyak kisah, semakin banyak berinteraksi positif dengan orang lain akan memperkaya dan membuka pandangan. Bahkan sudut-sudut yang dulunya kita tidak tahu ada, ternyata sudutnya saja yang kurang pas.

Hm. Jadi kurang lebih seperti itu.
Alhamdulillah menjelang pergantian tahun hujan turun, semoga hujannya barokah. Aamiin.






Tuesday, December 3, 2019

You are what you share.


Kalau orang bilang 'you are what you eat' itu sudah biasa.
Sekarang saya ingin mempopulerkan 'you are what you share'. For a moment there saya pikir sayalah penemu kalimat tersebut. Ternyata google proved me wrong.
You are what you share. 15.130.000.000 results (0,62 seconds). Dan diantaranya, quote by Charles Leadbeater : "you are what you share". Cih.

Well okay. Straight to the main topic kalau begitu.
Mari kita membaca kembali kutipan di gambar di atas. Kebetulan beberapa hari lalu seorang kawan lama di facebook men-share status dari suatu community page terkait pernikahan.
Dan saya tertrigger. Untungnya saya masih sempat dengan kepala dingin menyimpan pic dan quotenya, untuk kemudian saya bahas di ruang saya sendiri. Alih-alih bikin masalah di wall orang.

Saya punya dua masalah terhadap kutipan di gambar tersebut.

1. Istri yang baik tidak meminta sesuatu di luar kemampuan suaminya.

Saya beranggapan, istri yang tidak meminta sesuatu di luar kemampuan suaminya adalah istri yang meremehkan suaminya. Sepemahaman saya, suami itu sudah dibentuk sedemikian rupa untuk memenuhi kebutuhan serta pada saat yang bersamaan, melindungi anak dan istrinya. Tidak sampai disitu, bahkan ibunya dan saudara-saudara perempuannya yang belum menikah pun masih menjadi tanggungannya. Kurang hebat apa seorang suami?
Percayalah, seorang suami secara naluri akan selalu berusaha memberikan dan mengusahakan yang terbaik bagi keluarganya. Jangan sekali-kali kemudian membatasi kekuatannya dengan berlandaskan pikiran 'itu di luar kemampuannya'.
Saya sangat setuju dengan Tulus, 'jangan cintai aku apa adanya, jangan. Tuntutlah sesuatu, agar kita jalan ke depan.'
Jadi menurut saya, tidak apa untuk meminta sesuatu. Bahkan jika itu terasa tidak mungkin. Ucapkan lah, jadikan doa, kemudian usahakan lah.
Siapa yang bisa menjatuhkan keputusan bahwa itu di luar kemampuan? Tidak ada yang tidak mungkin bagi Allah. Manusia itu tempatnya ikhtiar, Allah yang memberikan keputusan.
Beda halnya kalau si istri minta tapi tidak dibantu dengan ikhtiar dan tawakkal, malah pakai ngotot. Nah itu bisa jadi mendorong naluri suami yang ingin selalu memberikan yang terbaik sedikit ngebut dan akhirnya ambil jalan pintas. Ada lah, kisah-kisah pejabat yang korupsi karena dipaksa oleh 'kebutuhan gaya hidup sang istri'.
Jadi menurut saya, istri justru harus selalu menuntut yang terbaik, dan dibarengi dengan doa dan dukungan penuh terhadap usaha suami. Tentunya disertai tawakkal, karena sungguh tiada daya dan upaya melainkan atas izin dan pertolonganNya.

2. Suami yang baik akan memberikan keperluan istrinya sebelum diminta.

Ini suaminya cenayang kali.
Menebak kebutuhan pasangan tanpa diberitahu langsung oleh pasangan menurut saya adalah hal yang sangat sulit. Saya teringat suatu kisah, saat itu Rasulullah pulang ke rumah. Setelah Rasulullah duduk, tanpa bertanya maupun berkata apa-apa, Khadijah ke dapur dan menyiapkan makanan dan minuman untuk Rasulullah. Ternyata pada saat itu Rasulullah sedang lapar. Taukah anda apa yang terjadi?

Pada suatu ketika Jibril pernah datang kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam sambil berkata, ‘Wahai Rasulullah, ini dia Khadijah. Ia datang kepada engkau dengan membawa wadah berisi lauk pauk, atau makanan atau minuman.’ ‘Apabila ia datang kepada engkau, maka sampaikanlah salam dari Allah dan dariku kepadanya. Selain itu, beritahukan pula kepadanya bahwa rumahnya di surga terbuat dari emas dan perak, yang di sana tidak ada kebisingan dan kepayahan di dalamnya.’” (HR. Bukhari, no. 3820 dan Muslim, no. 2432)

Yep. Dapat salam dari Allah SWT dan Malaikat Jibril. Segitunya lho.
Makanya saya menyimpulkan, menebak kebutuhan pasangan hanya dari ekspresi itu adalah hal yang sulit, yang jika kita berhasil, mungkin, mungkin, mungkin saja Allah pun membisikkan salam untuk kita. Aamiin.
Jadi, kita yang masih tidak ada apa-apanya ini jangan terus berharap suami atau istri kita sejago Khadijah dalam menebak kebutuhan kita.
Komunikasi itu penting. Dengan status suami istri, sudah bukan masanya bilang 'ih kamu kok ga ngerti kebutuhanku sih?'. Ya kelees. Kalau sudah suami istri itu ya bilang langsung saja kebutuhannya apa. Tapi jangan lupa, perhatikan juga kondisi pasangan saat melontarkan keinginan-keinginan.
Jangan pas pasangan lagi mules terus diajak bahas masalah urgent. Atau pas pasangan lagi lapar malah dikasi cemilan gosip tetangga. Biarkan istirahat dulu, duduk tenang dulu, kenyang dulu. Kalau sudah santai, baru bilang, 'ayah,, mau kipas angin baru'. Nah. InsyaAllah kalau caranya bener dan sudah rezeki, pasti dapet.
Jadi poin no.2 ini menurut saya sangat tidak realistis, malah rentan membuat si istri makan ati karena suaminya ga ngeh. Kecuali, suaminya punya indra kesekian.

Nah dari dua poin di atas, sebenernya yang lebih bikin gregetan adalah gambar di atas di-share dari status komunitas kehidupan rumah tangga. Yah semacam berbagi kata-kata bijak terkait rumah tangga, padahal menurut saya kutipannya malah cenderung merusak rumah tangga orang.

Hampir sama dengan salah satu komunitas parenting di IG yang saya unfollow karena isinya kurang lebih membahas 'hubungan istri dengan mertua emang susah cyiin.. coba share yang mertuanya jahat-jahat', atau 'gimana yaa rasanya diselingkuhiin', 'bumin keluhannya apa nih buat pakmin? Biasanya kan a, b, c, d ye kaan', terus berkomentarlah para ibu- ibu dengan memilih a,b,c, atau d dan nge-tag suaminya. Buat apa coba. Buat apa. Even kalau memang mau memilih a, b, c, atau d, lakukan di ruang pribadi saja. Kan saya jadi ga kepo ngeliatin oh ini suaminya si itu, ih emang kenapa kok keluhannya itu? Jadi nambah dosa juga saya. Unfollow dah, kelar. Satu cabang kita tutup.

Hm. Kalau di-summary kan, mungkinkah saya adalah orang pertama yang membuat quote 'you are who you follow?'. Hm.

Ternyata google proved me wrong once again.
About 7.170.000.000 results (0,55 seconds). 
Cih.