Wednesday, April 29, 2009

i'm just a...

di situlah ia terduduk. mencoba mencari jalan baru untuk menemukan jati diri.
lampu disekelilingnya menerangi gelapnya lapangan yang ia jadikan alas duduk di bawah langit cerah yang berbintang.
kembali ia mempertanyakan arti hidupnya, arti keberadaannya.
benarkah eksistensi itu hanya untuk pria? tidak. di dirinya, eksistensinya terkoyak. ingin bangkit dari kubur.
orang-orang itu, entah tidak tahu apa-apa tentang dirinya, atau malah terlalu tahu? namun ia tidak mengenal siapa pun.
ia merasa berubah jadi boneka. tanpa otak.
atau benarkah, ia sebenarnya boneka, tanpa otak?
ia kembali merenungi dirinya. 'ah, aku terlalu banyak mengeluh..,' pikirnya.
ia mencoba menatap langit. oh, lehernya kaku. ia tidak bisa menatap langit.
dingin malam merasuki dirinya. ia mencoba mengingat apa yang selama ini ia lakukan. mengapa tak seorang pun percaya pada apa yang dilakukannya? ia bingung. ia hanya ingin tahu mengapa ia tidak bisa bergerak sebebas yang diinginkannya. ia hanya ingin tahu mengapa, jiwanya serasa terkekang.
suara langkah-langkah kaki mengagetkannya. suara itu semakin mendekat.
'siapa?' ia bertanya namun tak ada suara yang terdengar.
lehernya masih kaku. takut dan cemas melemahkannya.
"ah, ini dia!!" suara seorang anak kecil nyaring terdengar.
"cepat ambil!! kita pulang!!" suara seorang wanita dewasa menyahut.
ia merasa tangan besar mencengkeram lengannya. sedetik kemudian ia terangkat dari tanah.
anak bermata besar dan berambut ikal membersihkan bajunya.
"hah,, lain kali jangan jatuh lagi ya!" ujar anak itu padanya.
tubuhnya serasa beku akibat dingin yang tiba-tiba merasuk. kenyataan menamparnya.
ia memang boneka.

27 april 2009
21:22

Sunday, April 26, 2009

suicidal....

Asap itu mengepul dari ujung batang yang terselip di jari tangan kanannya. Asap juga tersembur dari mulutnya.
Tetes-tetes air dari matanya pun tidak keluar karena perih asap yang berputar-putar di sekeliling wajahnya. Tidak. Perih yang menggores hatinya dan sakit yang meremukkan tubuhnya-lah yang membuat tetes-tetes air bening itu jatuh.
Kepercayaan dirinya runtuh seketika. Saat ia menoleh ke kiri, didengarnya lagi kata-kata itu. Ditolehkannya kepalanya ke kanan. Lagi-lagi suara itu terngiang di telinganya.
’sial,’ ia mengumpat dalam hati.
Batang nikotin itu kembali menempel di bibirnya yang kering. Keputusasaan kembali meluap dari tangisnya yang tidak kunjung reda.
Menyedihkan. Itulah bagaimana ia menggambarkan keadaannya sendiri.

’empathy is totally a lie,’ pikirnya.

Bagaimana mungkin ia diminta untuk mengarahkan orang-orang yang dengan terang-terangan menyatakan tidak percaya pada dirinya?
Bagaimana mungkin ia menceritakan apa yang berkecamuk dalam hati dan pikirannya pada orang yang paling ia percaya, yang ternyata berkata, ‘u didn’t even think about me..’?
Lalu dimana semua pengorbanan yang telah ia lakukan untuk orang itu? Hilang. Tertiup angin. Karena orang itu pun sebenarnya tidak tahu, apa saja yang telah ia korbankan demi berada di sisi orang yang ia percaya itu. Insting wanitanya terlukai.

Ini, itu, ini, begitu banyak orang yang mendiktekan padanya apa yang harus ia lakukan.
Lelah, karena yang ia inginkan hanya memunculkan gayanya sendiri, saat orang lain menuntutnya untuk menjadi dirinya sendiri yang ternyata harus begini dan begitu dalam menghadapi suatu situasi.

Pembunuhan karakter telah berlaku padanya.

Orang yang ia percaya merasa ia masih belum cukup memahami orang itu..

Suicidal. Hanya itu yang dipikirkannya saat ini.

I just want you to notice, when I am not around.
Keinginan terpendam yang mungkin akan segera ia ketahui hasilnya. Saat ia mengambil gunting yang setia menemaninya di kamar kosnya. Saat ia mulai mengiriskannya ke pergelangan tangannya.

Batang nikotin itu terjatuh ke lantai.
Air mata tetap bercucuran.
Genangan merah mulai muncul di lantai.
Gelap. Gelap. Gelap.

Saat itulah mungkin sebaiknya ia, mengucapkan selamat tinggal.


Malang, 25 April 2009
23:05