Sunday, October 7, 2012

Putar Otak, "The Complainer"

Kata Wikipedia,
Jejaring Sosial adalah suatu struktur sosial yang dibentuk dari simpul-simpul (yang umumnya adalah individu atau organisasi) yang dijalin dengan satu atau lebih tipe relasi spesifik seperti nilai, visi, ide, teman, keturunan, dll.
Salah satu bentuk Jejaring Sosial yang sekarang-sekarang ini menjadi tren terbaru adalah Jejaring Sosial dalam bentuk Web. hm. siapa yang tidak kenal Facebook, Twitter, Tumblr, Blogger, Wordpress, dan keluarga besarnya?

Sebenarnya sudah banyak studi-studi yang dilakukan untuk menganalisa dampak situs jejaring sosial, baik itu pada remaja, pada umur dengan range tertentu, bahkan dampak emosional serta psikologisnya.
kalau 'gugling' asal-asalan, ada tanggapan dari sosiolog Universitas Indonesia, katanya Curhat lewat jejaring sosial itu berbahaya. katanya, yang berbahaya itu kalau ada yang lagi curhat lalu ditanggapi/dikomentari negatif, bisa mempengaruhi kondisi emosional dan psikologis si orang yang curhat.
ada juga penelitian dari The Australian Psychological Society Ltd yang menurut saya lumayan komprehensif.
Penelitiannya mencakup umur pengguna, berapa lama waktu yang dihabiskan untuk menjalin social networking, resiko terhadap anak-anak, pengurangan intensitas pertemuan face-to-face, dampak social networking bagi orang-orang pemalu, dan juga 'romantic relationship' yang terbentuk dari aktivitas social networking.
ada juga penelitian dari sebuah Senior Project untuk Degree Bachelor of Arts di California Polytechnic State University. tapi di penelitian ini lebih menekankan ke salah satu situs jejaring sosial, terkait seberapa pentingnya situs tersebut bagi responden mereka.
dan favorit saya, dalam sebuah artikel disebutkan, salah satu dampak negatif dari salah satu situs jejaring sosial adalah "Development of narcissism in teens who often use Facebook". yep. narsis. i guess a lot of people can relate. haha.

jujur saja, tiga tab pertama yang selalu saya buka setiap kali membuka browser adalah Facebook, Yahoo Mail, dan Kompas. Selalu.

saya mungkin tidak sehebat kawan-kawan yang sudah melakukan penelitian terhadap situs-situs jejaring sosial. saya juga tidak sehebat kawan-kawan yang punya ilmu yang mumpuni untuk menilai situs-situs jejaring sosial tersebut dan dampaknya.
tapi saya sepakat kalau situs jejaring sosial memang punya dampak positif dan negatif. ya semua hal di dunia ini punya positif dan negatif sih. apa yang tidak?

tapi satu sisi negatif situs jejaring sosial yang cukup saya khawatirkan adalah, kecenderungan pengguna untuk jadi 'complainer' semakin besar.
mungkin saya akan mengadakan penelitian, 'pengaruh situs jejaring sosial terhadap tingkat keluhan hidup pengguna'.
memang, tidak semua status-status update dari pengguna situs jejaring sosial isinya keluhan, tapi lumayan banyak lah. bahkan kata Antropolog UI, Irwan Hidayana, "Seringkali kita menghadapi masalah yang memengaruhi suasana hati, misalnya macet, hujan, dan banjir. Padahal, kita tetap butuh ruang ekspresi. Karena keterbatasan ruang sosial, akhirnya media sosial jadi sarana curhat.”

jadi, saya menyimpulkan sambil membayangkan, dulu orang kalau macet, ya sudah macet saja. marah-marahnya mungkin sambil mukul kemudi atau jungkir balik di dalam mobil, atau berdiri-berdiri di atas motor. tapi mereka mengatasi masalah mereka sendiri. mereka 'ngeluh'nya nanti, kalau sudah sampai rumah, ke orang-orang nyata. sekarang ini, macet, ya,, update status. jadi semua orang tahu si peng-update status sedang terjebak macet.

atau mungkin lagi patah hati? dulu patah hati hanya dibicarakan oleh sahabat ke sahabatnya yang lain. seluruh dunia tidak perlu tahu. sekarang. patah hati, denger lagu galau, update status. update statusnya seolah-olah menerima kenyataan, tapi kalau memang menerima kenyataan ya buat apa di-broadcast. tanpa munafik, saya pernah melewati masa itu. blog ini dulu isinya misuh-misuh yang tidak tersampaikan di dunia nyata. padahal sebelum saya punya blog, saya tidak punya sarana misuh-misuh, jadi gak jadi misuh.

ada juga status-status yang berupa doa. doa yang semestinya hanya menjadi percakapan antara seorang manusia dengan Tuhannya kini diketahui oleh semua teman di akun jejaring sosialnya. padahal, QS Al-A'raf ayat 55 menyatakan,Berdoalah kamu kepada Tuhanmu dengan rendah hati dan suara lembut. Sesungguhnya Dia tidak suka kepada orang-orang yang melampaui batas.” begitupula di QS Thaahaa ayat 7, "Dan jika kamu mengeraskan ucapanmu, maka sesungguhnya Dia mengetahui rahasia dan yang lebih tersembunyi" dengan tafsir tidak perlu mengeraskan suara dalam berdoa karena Allah mendengar doa walaupun diucapkan dengan suara rendah.

secara psikologis dan emosional, manusia butuh didengarkan, siapapun dia. adanya situs jejaring sosial kemudian mempermudah proses tersebut. tapi sayangnya hal tersebut juga sedikit menggeser kepribadian semua pengguna, yang tadinya biasa saja menjadi 'the complainer.'
dulu saya sakit gigi tinggal beli obat, minum obat, belum sembuh, besoknya minum obat lagi. setelah saya punya akun di jejaring sosial, saya sakit gigi, beli obat, update status semacam 'orang yang bilang lebih baik sakit gigi daripada sakit hati pasti belum pernah ngerasain sakit gigi', minum obat, besoknya belum sembuh, update status semacam 'this toothache is killing me!!', minum obat lagi.
terlihat bedanya?
semakin sering seseorang meng-update statusnya di situs jejaring sosial, semakin rentan sindrom 'The Complainer' muncul pada orang tersebut. karena terbiasa meng-update status, jadi semuanya disampaikan di situs jejaring sosial. beruntunglah mereka yang memiliki pengendalian diri yang kuat dan filter yang high quality.

saya cukup kaget juga waktu tanpa sengaja membaca status kawan saya, yang saya tahu, kawan saya itu lumayan tangguh, sangar, dan senang menganiaya saya. ternyata kawan saya itu galaunya parah kalau masalah cinta. tanpa berkomunikasi langsung dengannya pun saya jadi tahu kisah cintanya dari awal-ada masalah-putus-galau setelah putus-mencoba move on-tapi gagal-galau lagi-sekarang sih mulai move on lagi, hanya dari update statusnya. tidak, dia dulu bukan 'The Complainer.'
lalu kenapa? oh. ternyata pihak yang memutuskan cintanya juga punya akun di situs yang sama.
and that, i can relate. saya juga pernah menyindir orang tertentu melalui update status saya, dan dengan masalah yang sama, cinta. saya juga terserang sindrom 'The Complainer,' tapi saya sedang berusaha sembuh. :D

jadi intinya, media sosial, dengan segala kebaikannya, ternyata memiliki dampak negatif yang saya sebut sindrom 'The Complainer'. tiba-tiba pengguna menjadi orang yang suka mengeluh tentang hal-hal kecil, ataupun hal-hal yang sebenarnya tidak mempengaruhi orang lain. apalagi teman yang masuk di daftar teman si pengguna tidak semuanya adalah teman akrab. bisa jadi orang yang benar-benar asing, yang kenal dari temannya temannya sepupunya temannya. mungkin.

jadi, sebelum terlambat, saya harap kawan-kawan yang membaca blog ini bisa saling membantu dalam menghentikan sindrom 'The Complainer.'
in fact, tolong. ingatkan saya. saya tidak ingin menjadi 'The Complainer.'

No comments: